Showing posts with label Korelasi. Show all posts
Showing posts with label Korelasi. Show all posts

Menentukan Jumlah Sampel Minimal Penelitian dengan G*Power


Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan mahasiswa ketika hendak mengambil data adalah, berapa jumlah sampel yang tepat untuk penelitian saya. Di tulisan sebelumnya saya sudah mengulas tentang jumlah sampel minimal dan juga tentang konsep signifikansi, statistical power, dan effect size. Di tulisan kali ini saya akan mengulas bagaimana cara menghitung jumlah sampel minimal serta statistical power yang diperoleh dengan bantuan software G*Power.

G * Power adalah software untuk menghitung statistical power atau kekuatan uji statistik untuk berbagai uji t, uji F, uji χ2, uji z, uji korelasi, dan uji statistik lainnya. G * Power juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran efek (effect size) dan untuk menampilkannya secara grafis hasil analisis, sehingga software ini juga cocok digunakan untuk melakukan studi simulasi dan proses pengajaran. Sebenarnya G*Power dapat digunakan untuk mengestimasi lima hal berikut: (1) A priori (ukuran sampel N dihitung sebagai fungsi dari power 1 - β, level signifikansi α, dan effect size populasi yang tidak terdeteksi), (2) Compromise (baik α dan 1 - β dihitung sebagai fungsi effect size, N, dan rasio probabilitas kesalahan (q = β / α)), (3) Kriteria (α dan kriteria keputusan terkait dihitung sebagai fungsi 1 - β, effect size, dan N), (4) Post-hoc (1 - β dihitung sebagai fungsi α, effect size populasi, dan N), dan (5) Sensitivitas (effect size populasi dihitung sebagai fungsi α, 1 - β, dan N). Tulisan ini hanya akan fokus pada fungsi pertama, yaitu fungsi apriori untuk menentukan jumlah sampel berdasarkan power, level signifikansi, dan effect size. Jika menginginkan untuk mendownload software G*Power, anda dapat mendownloadnya secara gratis di sini

Untuk menentukan sampel minimal pada uji statistik, ada beberapa langkah yang harus dilakukan
1.    Menentukan jenis analisis yang akan diestimasi. Jenis analisis bervariasi, tergantung dari jenis data dan hipotesis yang ingin dijawab. Untuk melihat jenis analisis secara lengkap bisa dilihat di sini. 
2.  Menentukan level signifikansi (α ) yang hendak digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian di Psikologi, pada umumnya level signifikansi yang ditoleransi adalah 0,05 atau 0,01. Jika kita menghendaki kecermatan yang tinggi kita bisa menggunakan level signifikansi 0,01; namun secara umum level signifikansi 0,05 sudah diterima.
3.    Menentukan statistical power yang diharapkan. Pada umumnya dalam penelitian Psikologi,  statistical power yang diharapkan yaitu yang tinggi, setidaknya di atas 0,80 (80%).
4.    Menentukan effect size yang diharapkan. Jika dalam menentukan level signifikansi dan power pada umumnya sudah ada standarnya, menentukan effect size ini sedikit tricky karena kita belum memiliki effect size karena belum mengambil data. Lalu bagaimana cara kita menentukan effect size yang kita harapkan? Ada dua cara: pertama, dengan melihat effect size penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti variabel yang sama. Effect size penelitian sebelumnya dapat kita jadikan referensi untuk jadi dasar kita menentukan effect size yang diharapkan. Jika memang belum ada penelitian sebelumnya, cara yang kedua yaitu menggunakan penilaian klinis untuk menentukan besaran efek terkecil yang dianggap relevan. Misal kita ingin menguji hubungan X dan Y dan kita menghendaki analisis kita sensitif untuk menguji korelasi dengan efek kecil sekalipun, maka kita dapat menuliskan effect sizenya sebesar 0,1. Sebagai referensi, kita dapat melihat klasifikasi effect size dari Cohen di tabel di bawah.
5.    Menentukan tail(s) yang akan digunakan. Banyaknya tail(s), apakah one-tail atau two-tails tergantung dari apakah hipotesis kita memiliki arah atau tidak. Penjelasan mengenai one-tail atau two-tails dapat dibaca di sini

Jika kita sudah menentukan hal di atas, maka kita bisa mengestimasi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian kita.

Menentukan sampel minimal uji korelasi dengan G*Power
Untuk menentukan jumlah sampel minimal untuk uji korelasi, maka kita atur sebagai berikut
1.    Klik test – correlation and regression – correlation: bivariate normal model
2.    Pilih type power analysis A priori: compute required sample size – given α, power, effect size
3.    Jika hipotesis kita belum memiliki arah, maka isikan tail(s) dengan two
4.  Correlation ρ H1 merupakan effect size atau nilai korelasi yang dikehendaki. Misal penelitian sebelumnya sebagian besar menemukan hasil korelasi r = 0,2; maka kita bisa isikan 0,2
5.    α err prob merupakan level signifikansi yang ditoleransi, kita bisa isikan 0,05
6.    Power (1 – β err prob) merupakan power statistik yang diharapkan, kita bisa isikan 0,80
7.    Correlation ρ H0 merupakan hipotesis null kita, kita bisa isikan 0

Jika semua paramnater sudah diisi, maka klik calculate dan kita bisa lihat jumlah sampel minimal di total sample size. Dari output di sampingnya kita dapat lihat bahwa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 193 subjek.

Menentukan sampel minimal uji t kelompok independen dengan G*Power
Untuk menentukan jumlah sampel minimal untuk uji t kelompok independen, maka kita atur sebagai berikut
1.    Klik test – means – two independent groups
2.    Pilih type power analysis A priori: compute required sample size – given α, power, effect size
3.    Jika hipotesis kita belum memiliki arah, maka isikan tail(s) dengan two
4.    Effect size d merupakan effect size yang dikehendaki. Misal penelitian sebelumnya sebagian besar menemukan hasil d = 0,5; maka kita bisa isikan 0,5. Namun tidak semua penelitian melaporkan nilai d karena by default, software seperti SPSS tidak bisa mengeluarkan nilai d secara otomatis. Jika memang demikian kita bisa klik determine di samping kiri, lalu isikan nilai mean dan SD masing-masing kelompok.
5.    α err prob merupakan level signifikansi yang ditoleransi, kita bisa isikan 0,05
6.    Power (1 – β err prob) merupakan power statistik yang diharapkan, kita bisa isikan 0,80
7.   Allocation ratio N2/N1 merupakan perbandingan jumlah kelompok 1 dan 2. Jika kita menghendaki kedua kelompok jumlahnya sama, maka kita bisa isikan angka 1

Jika semua paramnater sudah diisi, maka klik calculate dan kita bisa lihat jumlah sampel minimal di total sample size. Dari output di sampingnya kita dapat lihat bahwa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 128 subjek, dengan masing-masing kelompok berjumlah 64 subjek.

Cara di atas merupakan cara top-down, artinya dari awal kita sudah menentukan jumlah sampel dari parameter yang sudah diketahui. Meskipun demikian, ketika kita sudah mengambil data dan melakukan analisis, kita bisa mengulangi analisis tersebut dengan memasukkan nilai effect size yang sesungguhnya kita peroleh dari data. Misalnya, pada analisis pertama dengan uji korelasi, setelah dianalisis dengan sampel sejumlah 193 subjek (sesuai yang direkomendasikan di atas), ternyata nilai korelasinya sebesar 0,25. Kemudian kita masukkan kembali nilai effect sizenya 0,25 dan diperoleh hasil total sample size yang dibutuhkan adalah 123 dan power > 0,80. Dengan demikian sampel kita sudah memenuhi kriteria.


Berapa Ukuran Sampel Ideal dalam Penelitian Kuantitatif?


Dalam penelitian kuantitatif di Psikologi, salah satu pertanyaan yang paling banyak ditanyakan adalah berapa jumlah sampel yang ideal untuk penelitian saya. Di beberapa literatur dijelaskan cara menentukan jumlah sampel minimal dari suatu populasi yang diketahui. Yang paling populer, misalnya dengan melihat tabel Krejcie, tabel Isaac, atau rumus Slovin, meskipun beberapa peneliti juga meragukan referensi dari cara tersebut. Masalahnya, di Psikologi sebagian besar penelitian tidak diketahui jumlah populasinya dan penelitian hanya difokuskan pada variabel. Apalagi pada penelitian eksperimen, besarnya sampel tidak ditentukan oleh besarnya populasi. Hal ini menyulitkan peneliti untuk menentukan berapa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan.

Analisis Korelasi Pearson dan Korelasi Parsial dengan SPSS

Korelasi dapat diartikan sebagai hubungan antar variabel. Jadi analisis korelasi pada prinsipnya adalah untuk melihat seberapa kuat hubungan antar variabel dan bagaimana arahnya. Kuat lemahnya hubungan dinyatakan dalam koefisien korelasi yang sering disingkat r. Sementara arah hubungan ditunjukkan dengan hubungan positif atau negatif. Jika dua variabel memiliki hubungan yang positif, maka semakin tinggi suatu variabel semakin tinggi pula variabel yang lain. Namun jika dua variabel memiliki hubungan yang negatif, maka semakin tinggi suatu variabel semakin rendah variabel yang lain. Dalam korelasi semua variabel memiliki kedudukan yang sama, dan tidak ada variabel yang mempengaruhi (independen) atau variabel yang dipengaruhi (dependen).

Pengaruh Adanya Outliers terhadap Analisis Statistik

Seringkali kita merasa gagal sebagai peneliti ketika hasil analisis statistik kita ternyata tidak sesuai dengan hipotesis kita atau hasil uji statistik kita tidak signifikan. Menanggapi kemungkinan buruk tersebut, kita seharusnya tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa hipotesis kita tidak terbukti. Kita harus mencari tahu terlebih dahulu apakah analisis yang kita gunakan sudah tepat, atau data yang kita gunakan sudah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu penyebab kacaunya hasil analisis statistik kita adalah karena adanya data outliers.

Analisis Korelasi dengan R

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan linear antara dua variabel yang dinyatakan dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukan kuat/tidaknya hubungan linier antar dua variabel. Koefisien korelasi biasa dilambangkan dengan huruf r dimana nilai r dapat bervariasi dari -1 sampai +1. Nilai r yang mendekati -1 atau +1 menunjukan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut dan nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut. Koefisien korelasi bisa menjadi positif maupun negatif. Nilai koefisien yang positif berarti hubungan kedua variabel tersebut berbanding lurus, artinya peningkatan variabel X bersamaan dengan peningkatan variabel Y. Sedangkan nilai koefisien yang negatif berarti hubungan kedua variabel tersebut berbanding terbalik. Peningkatan variabel X bersamaan dengan penurunan variabel Y.
Showing posts with label Korelasi. Show all posts
Showing posts with label Korelasi. Show all posts
Menentukan Jumlah Sampel Minimal Penelitian dengan G*Power

Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan mahasiswa ketika hendak mengambil data adalah, berapa jumlah sampel yang tepat untuk penelitian saya. Di tulisan sebelumnya saya sudah mengulas tentang jumlah sampel minimal dan juga tentang konsep signifikansi, statistical power, dan effect size. Di tulisan kali ini saya akan mengulas bagaimana cara menghitung jumlah sampel minimal serta statistical power yang diperoleh dengan bantuan software G*Power.

G * Power adalah software untuk menghitung statistical power atau kekuatan uji statistik untuk berbagai uji t, uji F, uji χ2, uji z, uji korelasi, dan uji statistik lainnya. G * Power juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran efek (effect size) dan untuk menampilkannya secara grafis hasil analisis, sehingga software ini juga cocok digunakan untuk melakukan studi simulasi dan proses pengajaran. Sebenarnya G*Power dapat digunakan untuk mengestimasi lima hal berikut: (1) A priori (ukuran sampel N dihitung sebagai fungsi dari power 1 - β, level signifikansi α, dan effect size populasi yang tidak terdeteksi), (2) Compromise (baik α dan 1 - β dihitung sebagai fungsi effect size, N, dan rasio probabilitas kesalahan (q = β / α)), (3) Kriteria (α dan kriteria keputusan terkait dihitung sebagai fungsi 1 - β, effect size, dan N), (4) Post-hoc (1 - β dihitung sebagai fungsi α, effect size populasi, dan N), dan (5) Sensitivitas (effect size populasi dihitung sebagai fungsi α, 1 - β, dan N). Tulisan ini hanya akan fokus pada fungsi pertama, yaitu fungsi apriori untuk menentukan jumlah sampel berdasarkan power, level signifikansi, dan effect size. Jika menginginkan untuk mendownload software G*Power, anda dapat mendownloadnya secara gratis di sini

Untuk menentukan sampel minimal pada uji statistik, ada beberapa langkah yang harus dilakukan
1.    Menentukan jenis analisis yang akan diestimasi. Jenis analisis bervariasi, tergantung dari jenis data dan hipotesis yang ingin dijawab. Untuk melihat jenis analisis secara lengkap bisa dilihat di sini. 
2.  Menentukan level signifikansi (α ) yang hendak digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian di Psikologi, pada umumnya level signifikansi yang ditoleransi adalah 0,05 atau 0,01. Jika kita menghendaki kecermatan yang tinggi kita bisa menggunakan level signifikansi 0,01; namun secara umum level signifikansi 0,05 sudah diterima.
3.    Menentukan statistical power yang diharapkan. Pada umumnya dalam penelitian Psikologi,  statistical power yang diharapkan yaitu yang tinggi, setidaknya di atas 0,80 (80%).
4.    Menentukan effect size yang diharapkan. Jika dalam menentukan level signifikansi dan power pada umumnya sudah ada standarnya, menentukan effect size ini sedikit tricky karena kita belum memiliki effect size karena belum mengambil data. Lalu bagaimana cara kita menentukan effect size yang kita harapkan? Ada dua cara: pertama, dengan melihat effect size penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti variabel yang sama. Effect size penelitian sebelumnya dapat kita jadikan referensi untuk jadi dasar kita menentukan effect size yang diharapkan. Jika memang belum ada penelitian sebelumnya, cara yang kedua yaitu menggunakan penilaian klinis untuk menentukan besaran efek terkecil yang dianggap relevan. Misal kita ingin menguji hubungan X dan Y dan kita menghendaki analisis kita sensitif untuk menguji korelasi dengan efek kecil sekalipun, maka kita dapat menuliskan effect sizenya sebesar 0,1. Sebagai referensi, kita dapat melihat klasifikasi effect size dari Cohen di tabel di bawah.
5.    Menentukan tail(s) yang akan digunakan. Banyaknya tail(s), apakah one-tail atau two-tails tergantung dari apakah hipotesis kita memiliki arah atau tidak. Penjelasan mengenai one-tail atau two-tails dapat dibaca di sini

Jika kita sudah menentukan hal di atas, maka kita bisa mengestimasi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian kita.

Menentukan sampel minimal uji korelasi dengan G*Power
Untuk menentukan jumlah sampel minimal untuk uji korelasi, maka kita atur sebagai berikut
1.    Klik test – correlation and regression – correlation: bivariate normal model
2.    Pilih type power analysis A priori: compute required sample size – given α, power, effect size
3.    Jika hipotesis kita belum memiliki arah, maka isikan tail(s) dengan two
4.  Correlation ρ H1 merupakan effect size atau nilai korelasi yang dikehendaki. Misal penelitian sebelumnya sebagian besar menemukan hasil korelasi r = 0,2; maka kita bisa isikan 0,2
5.    α err prob merupakan level signifikansi yang ditoleransi, kita bisa isikan 0,05
6.    Power (1 – β err prob) merupakan power statistik yang diharapkan, kita bisa isikan 0,80
7.    Correlation ρ H0 merupakan hipotesis null kita, kita bisa isikan 0

Jika semua paramnater sudah diisi, maka klik calculate dan kita bisa lihat jumlah sampel minimal di total sample size. Dari output di sampingnya kita dapat lihat bahwa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 193 subjek.

Menentukan sampel minimal uji t kelompok independen dengan G*Power
Untuk menentukan jumlah sampel minimal untuk uji t kelompok independen, maka kita atur sebagai berikut
1.    Klik test – means – two independent groups
2.    Pilih type power analysis A priori: compute required sample size – given α, power, effect size
3.    Jika hipotesis kita belum memiliki arah, maka isikan tail(s) dengan two
4.    Effect size d merupakan effect size yang dikehendaki. Misal penelitian sebelumnya sebagian besar menemukan hasil d = 0,5; maka kita bisa isikan 0,5. Namun tidak semua penelitian melaporkan nilai d karena by default, software seperti SPSS tidak bisa mengeluarkan nilai d secara otomatis. Jika memang demikian kita bisa klik determine di samping kiri, lalu isikan nilai mean dan SD masing-masing kelompok.
5.    α err prob merupakan level signifikansi yang ditoleransi, kita bisa isikan 0,05
6.    Power (1 – β err prob) merupakan power statistik yang diharapkan, kita bisa isikan 0,80
7.   Allocation ratio N2/N1 merupakan perbandingan jumlah kelompok 1 dan 2. Jika kita menghendaki kedua kelompok jumlahnya sama, maka kita bisa isikan angka 1

Jika semua paramnater sudah diisi, maka klik calculate dan kita bisa lihat jumlah sampel minimal di total sample size. Dari output di sampingnya kita dapat lihat bahwa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 128 subjek, dengan masing-masing kelompok berjumlah 64 subjek.

Cara di atas merupakan cara top-down, artinya dari awal kita sudah menentukan jumlah sampel dari parameter yang sudah diketahui. Meskipun demikian, ketika kita sudah mengambil data dan melakukan analisis, kita bisa mengulangi analisis tersebut dengan memasukkan nilai effect size yang sesungguhnya kita peroleh dari data. Misalnya, pada analisis pertama dengan uji korelasi, setelah dianalisis dengan sampel sejumlah 193 subjek (sesuai yang direkomendasikan di atas), ternyata nilai korelasinya sebesar 0,25. Kemudian kita masukkan kembali nilai effect sizenya 0,25 dan diperoleh hasil total sample size yang dibutuhkan adalah 123 dan power > 0,80. Dengan demikian sampel kita sudah memenuhi kriteria.


Berapa Ukuran Sampel Ideal dalam Penelitian Kuantitatif?

Dalam penelitian kuantitatif di Psikologi, salah satu pertanyaan yang paling banyak ditanyakan adalah berapa jumlah sampel yang ideal untuk penelitian saya. Di beberapa literatur dijelaskan cara menentukan jumlah sampel minimal dari suatu populasi yang diketahui. Yang paling populer, misalnya dengan melihat tabel Krejcie, tabel Isaac, atau rumus Slovin, meskipun beberapa peneliti juga meragukan referensi dari cara tersebut. Masalahnya, di Psikologi sebagian besar penelitian tidak diketahui jumlah populasinya dan penelitian hanya difokuskan pada variabel. Apalagi pada penelitian eksperimen, besarnya sampel tidak ditentukan oleh besarnya populasi. Hal ini menyulitkan peneliti untuk menentukan berapa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan.

Analisis Korelasi Pearson dan Korelasi Parsial dengan SPSS
Korelasi dapat diartikan sebagai hubungan antar variabel. Jadi analisis korelasi pada prinsipnya adalah untuk melihat seberapa kuat hubungan antar variabel dan bagaimana arahnya. Kuat lemahnya hubungan dinyatakan dalam koefisien korelasi yang sering disingkat r. Sementara arah hubungan ditunjukkan dengan hubungan positif atau negatif. Jika dua variabel memiliki hubungan yang positif, maka semakin tinggi suatu variabel semakin tinggi pula variabel yang lain. Namun jika dua variabel memiliki hubungan yang negatif, maka semakin tinggi suatu variabel semakin rendah variabel yang lain. Dalam korelasi semua variabel memiliki kedudukan yang sama, dan tidak ada variabel yang mempengaruhi (independen) atau variabel yang dipengaruhi (dependen).
Pengaruh Adanya Outliers terhadap Analisis Statistik
Seringkali kita merasa gagal sebagai peneliti ketika hasil analisis statistik kita ternyata tidak sesuai dengan hipotesis kita atau hasil uji statistik kita tidak signifikan. Menanggapi kemungkinan buruk tersebut, kita seharusnya tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa hipotesis kita tidak terbukti. Kita harus mencari tahu terlebih dahulu apakah analisis yang kita gunakan sudah tepat, atau data yang kita gunakan sudah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu penyebab kacaunya hasil analisis statistik kita adalah karena adanya data outliers.
Analisis Korelasi dengan R
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan linear antara dua variabel yang dinyatakan dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukan kuat/tidaknya hubungan linier antar dua variabel. Koefisien korelasi biasa dilambangkan dengan huruf r dimana nilai r dapat bervariasi dari -1 sampai +1. Nilai r yang mendekati -1 atau +1 menunjukan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut dan nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut. Koefisien korelasi bisa menjadi positif maupun negatif. Nilai koefisien yang positif berarti hubungan kedua variabel tersebut berbanding lurus, artinya peningkatan variabel X bersamaan dengan peningkatan variabel Y. Sedangkan nilai koefisien yang negatif berarti hubungan kedua variabel tersebut berbanding terbalik. Peningkatan variabel X bersamaan dengan penurunan variabel Y.

Artikel Lainnya